Selasa, 13 November 2012

Meaningful Learning (Pembelajaran Makna)



Meaningful learning merupakan strategi dasar dari pembelajaran konstruktivistik,  Ausubel menjelaskan meaningful-learning bahwa manusia ingin mengetahui keadaan sekelilingnya, apakah lingkungan sosial, lingkungan alam, bahkan lingkungan spiritual. Untuk menjawab itu semua pertama manusia harus menggunakan panca indera. Ketika manusia mengamati peristiwa sosial dengan pancainderanya, bagaimana ia bisa memastikan bahwa apa yang  diterima adalah sama seperti peristiwa yang sebenarnya? Biasanya apa yang terlihat (sight) belum tentu sama dengan apa yang  diterimanya (perceived), pembentukan pengetahuan melibatkan interpretasi manusia atas peristiwa tersebut. Sebelum peristiwa tersebut menjadi pengetahuannya, dia harus melewati lapisan yang disebut “interpretasi”. Inilah yang disebut meaningful-learning.[1]
Interpretasi berada di antara peristiwa yang dilihat dan pemahaman tentang peristiwa itu. Interpretasi ini dipengaruhi oleh pengalaman seseorang yang  dimiliki sebelumnya. Pada puncaknya, seseorang tidak pernah yakin seberapa dekat jarak antara pengetahuan yang ia bangun tentang sesuatu dengan realitas yang sesungguhnya dari peristiwa sosial tersebut. Pengetahuan adalah hasil dari meaningful interpretation (interpretasi makna) terhadap pengalamannya dengan suatu peristiwa sosial.[2]
Dikatakan orang yang belajar adalah dengan cara membuat apa yang dialaminya masuk akal,  seseorang telah dikatakan belajar sesuatu ketika sesuatu itu masuk akal bagi yang lain. Pembelajaran adalah proses aktif mengkonstruksi (membangun sesuatu dalam pikiran), atau merangkum satu kerangka konsep. Adanya model pembelajaran konstruktivistik dan meaningful-learning maka peristiwa-peristiwa yang dialami manusia menjadi masuk akal (make sense) bagi diri mereka.[3]
Dalam Pendidikan Agama Islam meaningful-learning lebih erat kaitannya denga nilai atau makna spiritual dengan munculnya kesadaran dalam diri siswa. Oleh karena itu pendidikan dipandang sebagai : Pertama, merupakan proses penyadaran masyarakat. Dalam hal ini pendidikan adalah sebuah katalisator yang berfungsi mengalirkan energi ke dalam alam kesadaran masyarakat bahwa kehidupan yang sedang dijalani ini hendaklah dilakukan sepenuhnya dengan kesadaran. Kedua, pendidikan merupakan proses transfer. Proses penyadaran yang terjadi dalam mentalitas masyarakat manakala proses transfer itu berlangsung dengan amat baik dan lancar. Transfer yang meliputi pengetahuan, nilai atau makna dan kesadaran adalah titik ujung yang dituju. Ketiga, pendidikan sebagai penyadaran menyeluruh bagi generasi umat untuk kembali memperbaiki kondisi mereka untuk dapat hidup sejajar dan maju bersama umat manusia lainnya di muka bumi.[4] Jika dikaitkan dengan kegiatan belajar di dalam kelas tentulah tidak jauh beda dengan yang diinginkan guru agar tercipta makna dari belajar tersebut, sehingga siswa mampu mempunyai kesadaran dari apa yang diperoleh di dalam kelas baik bagi dirinya atau bagi yang lainnya.


[1] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi..., hal. 237.
[2]Ibid., hal. 238-239.
[3]Ibid., hal. 239.
[4]Abdurrahman, Meaningful Learning Re-invensi Kebermaknaan Pembelajaran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal. 24-25.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar