Meaningful learning merupakan strategi dasar dari pembelajaran
konstruktivistik, Ausubel menjelaskan meaningful-learning
bahwa manusia ingin mengetahui keadaan sekelilingnya, apakah lingkungan sosial,
lingkungan alam, bahkan lingkungan spiritual. Untuk menjawab itu semua pertama
manusia harus menggunakan panca indera. Ketika manusia mengamati peristiwa
sosial dengan pancainderanya, bagaimana ia bisa memastikan bahwa apa yang diterima adalah sama seperti peristiwa yang
sebenarnya? Biasanya apa yang terlihat (sight) belum tentu sama dengan
apa yang diterimanya (perceived),
pembentukan pengetahuan melibatkan interpretasi manusia atas peristiwa tersebut.
Sebelum peristiwa tersebut menjadi pengetahuannya, dia harus melewati lapisan
yang disebut “interpretasi”. Inilah yang disebut meaningful-learning.[1]
Interpretasi berada di antara peristiwa yang dilihat dan pemahaman
tentang peristiwa itu. Interpretasi ini dipengaruhi oleh pengalaman seseorang yang
dimiliki sebelumnya. Pada puncaknya, seseorang
tidak pernah yakin seberapa dekat jarak antara pengetahuan yang ia bangun
tentang sesuatu dengan realitas yang sesungguhnya dari peristiwa sosial
tersebut. Pengetahuan adalah hasil dari meaningful interpretation
(interpretasi makna) terhadap pengalamannya dengan suatu peristiwa sosial.[2]
Dikatakan orang yang belajar adalah dengan cara membuat apa yang
dialaminya masuk akal, seseorang telah
dikatakan belajar sesuatu ketika sesuatu itu masuk akal bagi yang lain.
Pembelajaran adalah proses aktif mengkonstruksi (membangun sesuatu dalam
pikiran), atau merangkum satu kerangka konsep. Adanya model pembelajaran
konstruktivistik dan meaningful-learning maka peristiwa-peristiwa yang dialami
manusia menjadi masuk akal (make sense) bagi diri mereka.[3]
Dalam Pendidikan Agama Islam meaningful-learning lebih erat
kaitannya denga nilai atau makna spiritual dengan munculnya kesadaran dalam
diri siswa. Oleh karena itu pendidikan dipandang sebagai : Pertama,
merupakan proses penyadaran masyarakat. Dalam hal ini pendidikan adalah sebuah
katalisator yang berfungsi mengalirkan energi ke dalam alam kesadaran
masyarakat bahwa kehidupan yang sedang dijalani ini hendaklah dilakukan
sepenuhnya dengan kesadaran. Kedua, pendidikan merupakan proses transfer.
Proses penyadaran yang terjadi dalam mentalitas masyarakat manakala proses
transfer itu berlangsung dengan amat baik dan lancar. Transfer yang meliputi
pengetahuan, nilai atau makna dan kesadaran adalah titik ujung yang dituju. Ketiga,
pendidikan sebagai penyadaran menyeluruh bagi generasi umat untuk kembali
memperbaiki kondisi mereka untuk dapat hidup sejajar dan maju bersama umat
manusia lainnya di muka bumi.[4]
Jika dikaitkan dengan kegiatan belajar di dalam kelas tentulah tidak jauh beda
dengan yang diinginkan guru agar tercipta makna dari belajar tersebut, sehingga
siswa mampu mempunyai kesadaran dari apa yang diperoleh di dalam kelas baik
bagi dirinya atau bagi yang lainnya.